Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur." (QS al-Furqan: 62)
Oleh DR Muh Mu’inudinillah Basri, MA*
Waktu adalah wadah amal, nilai pergantian hari, pekan, bulan, tahun tergantung kualitas amal yang yang dilakukan padanya. Setahun yang lewat 1430 H, atau 2009 akan menjadi saksi buat keshalihan atau saksi atas kejahatan yang dilakukan manusia. Catatan itu tidak berubah sampai dibalas di akhirat kelak. Masuk tahun baru berarti usia bertambah tapi umur berkurang. Sekadar pergantian tahun bukan berarti apa-apa kecuali mengurangi umur, akan bernilai besar jika dibarengi dengan perubahan ke arah lebih baik.
Nilai amal tahun 1431 H atau 2010 mendatang tergantung apa yang diprogramkan. Cara menyambut tahun baru menjadi satu indikator kualitas amal kita mendatang. Tapi sayang kebanyakan penyambutan tahun baru diwarnai dengan segala bentuk refleksi kegembiraan yang sering diisi dengan berbagai kemaksiatan. atau hiburan yang kosong dari ketaatan dan manfaat.
Kualitas hidup bangsa ditentukan oleh amalnya, maka program amali yang dicanangkan menjadi indikator sejauhmana bangsa tersebut berjalan di atas jalan yang benar menuju kepada kebahagiannya. Umat Islam di Indonesia sebagai mayoritas sudah seharusnya mengambil peran dalam merancang dan membangun peradaban rabbani. Hitam putihnya bangsa, maju mundurnya negara Indonesia takkan lepas dari kualitas umat Islam. Sudah seharusnya umat Islam memahami betul apa arti tahun baru dan bagaimana mengisi tahun baru. Umat Islam sebagai ulil albab, harus mampu mengambil pelajaran peredaran siang malam dan pergantian tahun, bahwa waktu harus dimanfaatkan untuk kerja keras meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Kesuksesan dimulai dengan jelasnya orientasi hidup, karena orientasi akan menjadi pengarah seluruh aktifitas hidupnya. Allah berfirman: "Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (orientasi) sendiri yang ia menghadap (memfokuskan seluruh aktifitas hidupnya) kepadanya, maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan..." QS al-Baqarah: 148).
Orientasi hidup manusia adalah ibadah kepada Allah dan mencari ridha-Nya, baik dalam urusan ritual, ekonomi, sosial, politik, budaya dan lainnya. Sehingga apapun kedudukan dan posisinya, ia sebagai hamba Allah yang taat kepada-Nya dalam perintah, larangan dan aturan-Nya.
Setelah orientasi, yang menentukan kesuksesan kedua adalah manhaj dan hukum. Allah telah memberikan kita manhaj dan syariat yang jelas untuk ibadah kepada-Nya dalam seluruh level kehidupan. Allah berfirman: "Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang (syariat dan manhaj)..." (QS al-Maidah: 48). Maka sangat mendesak kaum Muslimin mempelajari dan mengimplementasikan manhaj dan syariat ini dalam ibadah ritual, kehidupan keluarga, masyarakat, ekonomi, iptek, politik dan pemerintahan.
Islam sudah memiliki konsep yang lengkap dan sempurna, dan memiliki metodologi yang akurat dalam membangun kerangka hukum segala permasalahan, baik yang sudah pernah terjadi pada zaman dulu, maupun yang terjadi sekarang dan apa yang akan terjadi melalui konsep ijtihad lafdzi, qiyasi maupun istslahi maqasidy. Sasaran yang dibangunnya juga sangat jelas yaitu mengokohkan maqasid syariah, enam pilar kehidupan asasi yaitu: agama, harta, jiwa, keturunan, akal, dan kehormatan. Enam pilar ini harus dibangun secara holistik komprehensif, sehingga terbangun akidah yang kuat, ekonomi yang mapan, sumber daya manusia yang cerdas, beriman, produktif, terhormat serta keturunan yang kuat. Tugas kaum Muslimin adalah mengisi tahun baru dengan konsep pembangunan yang seimbang dan menyeluruh.
Agenda yang juga mendesak adalah mengevaluasi seluruh perundang-undangan dan aturan pemerintah daerah maupun pusat, atau tradisi hidup untuk mengetahui hal yang bertentangan dengan syariat Islam dan yang sesuai. Yang bertentangan harus diamandemen, dan yang sesuai agar lebih disempurnakan.
Dengan orientasi hidup yang benar dan visioner, konsep dan sistem yang baik, disiplin dalam menjalankan program, kemudian disertai dengan tawakkal dan doa, tawadzu' dan tadharru' kepada Allah, tidak ada alasan untuk tidak berhasil. Allah berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS al-Baqarah: 186).
* Ketua Program Magister Pemikiran Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta