>>> Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) QS Ibrahim : 34
*Istighfar*
Oleh Abu Umar Abdillah
"Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu. Dan
Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai." (QS Nuh 10-12)
Ada beberapa orang datang kepada al-Hasan al-Bashri mengeluhkan problem
yang mereka hadapi. Ada yang mengeluhkan kemarau yang panjang. Ada lagi
yang memiliki problem ekonomi dan serba kekuarangan. Ada pula yang belum
dikarunia keturunan. Yang lain lagi kebunnya tidak menghasilkan buah,
sungai-sungai menjadi kering. Setiap kali problem ditanyakan, beliau selalu
menjawab dengan kalimat, "Istighfarlah kepada Allah!"
Hal ini membuat orang-orang tampak keheranan dengan jawaban al-Hasan. Lalu
mereka berkata, "Mengapa setiap ada yang mengeluh dari kami Anda selalu
menjawab dengan "istighfarlah kepada Allah?" Kemudian beliau menjawab,
"Tidakkah kalian membaca firman Allah,
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Rabbmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai." (QS Nuh 10 – 12)
Karena Biang Segala Problem adalah Dosa
Berapa banyak orang shalih dari zaman ke zaman merasakan dahsyatnya
istighfar. Berbagai problem yang terpecahkan, musibah terangkat, dan
kendala menjadi sirna karenanya. Terselip pertanyaan besar, bagaimana
istighfar menjadi solusi dari banyak kesulitan? Apa hubungan antara
permohonan ampun kepada Allah dengan datangnya jalan keluar?
Tentu kita ingat, bahwa hakikatnya setiap musibah, juga kesulitan yang
dihadapi manusia, itu disebabkan karena dosa. Sebagaimana firman Allah,
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)." (QS asy-Syuura 30)
Dosa juga menjadi penyebab krisis multi dimensi. Termasuk problem ekonomi,
baik secara perorangan, maupun golongan. Secara perorangan, Nabi
shallallahu alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya seseorang terhalang dari rejeki disebabkan oleh dosa yang
dilakukannya." (HR Ahmad, al-Hakim, Ibnu Majah)
Adapun secara komunal, diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu
'anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi
kami dan bersabda, "Wahai sekalian orang-orang Muhajirin, lima perkara,
apabila menimpa kalian, maka tidak ada kebaikannya, atau kalian akan
tertimpa bermacam-macam adzab, dan aku berlindung kepada Allah semoga
kalian tidak menjumpainya.
Tidaklah kekejian (zina) tampak nyata di suatu kaum, hingga mereka berterang-terangan dengannya,
kecuali akan tersebar di kalangan mereka wabah tha'un dan penyakit-penyakit yang belum pernah
dialami oleh orang-orang sebelum mereka.
Dan tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan diadzab dengan paceklik dan sulitnya
bahan kebutuhan dan dhalimnya penguasa atas mereka.
Dan tidaklah mereka menolak untuk membayar zakat, kecuali mereka dicegah dari turunnya hujan,
dan seandainya tidak karena adanya binatang-binatang pasti mereka tidak diberi hujan.
Dan tidaklah mereka melanggar janji Allah dan janji RasulNya, kecuali Allah akan menguasakan musuh atas mereka dari orang selain mereka,
lalu mereka (musuh itu) mengambil sebagian apa-apa yang di tangan mereka.
Dan selama pemimpin-pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, dan
mereka memilih-milih dari apa-apa yang telah Allah turunkan, niscaya Allah
akan menjadikan saling bermusuhan di antara mereka. " (HR Ibnu Majah, adz-Dzahabi dalam at-Talkhis mengatakan shahih)
Dan banyak lagi keterangan yang menguatkan bahwa dosa adalah biang masalah, keruwetan dan kesulitan.
Istighfar adalah Solusinya
Tatkala seorang hamba bertaubat, dan memohon ampun kepada Allah atas segala
perbuatan buruknya, lalu kembali ke jalan yang benar, maka dosa pun
diangkat beserta seluruh efek yang ditimbulkan oleh dosa. Kemudahan akan
didapatkan, jalan keluar di depan mata, dan musibah yang tengah melanda
menjadi sirna pula.
Begitulah alurnya, mengapa istighfar bisa menjadi solusi dari problem yang
dihadapi manusia. Bahkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, menjadikan istighfar
sebagai andalan ketika menghadapi masalah yang pelik, termasuk dalam hal
ilmu. Di mana beliau berkata kepada muridnya, "Tatkala suatu masalah atau
problem mengganggu pikiranku, maka akupun memperbanyak istighfar hingga
dadaku menjadi lapang, dan terurailah kesulitan demi kesulitan. Dan ketika
aku membiasakan istighfar saat berada di pasar, masjid, kendaraan maupun
majlis ilmu, maka aku mendapatkan apa yang aku cari."
Adalah Imam asy-Syaafi'i pernah mengeluhkan hafalannya kepada seorang
gurunya, yakni Imam Waki' bin Jarah. Tak disangka, sang guru berkata dengan
lantang, "bertaubatlah." Saat itulah Imam Syafi'i mengingat dosa yang
pernah dilakukannya, lalu bertaubat kepada Allah darinya.
Seketika, kekuatan hafalan beliau pulih seperti sedia kala, hingga beliau menggubah
sya'ir yang sangat tenar, "Aku mengadu kepada al-Waki' (bin Jarah) tentang
buruknya hafalanku. Dia menyuruhku untuk meninggalkan maksiat, dan dia
menasihatiku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak dikaruniakan
kepada pendosa."
Begitulah, ilmu terhalang lantaran dosa, sedangkan taubat melancarkan
kembali jalan masuk cahaya ilmu ke dalam hati.
Istighfar bukan saja berfaedah mengentaskan seseorang dari musibah dan
problema setelah terjadi, namun juga bisa mencegah musibah dan masalah
sebelum terjadinya. Tentang firman Allah Ta'ala,
"Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di
antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang
mereka meminta ampun." (QS al-Anfaal 33)
Abu Musa al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu menafsirkan, "Kita mempunyai dua
jaminan keamanan, namun yang satu telah tiada, yakni keberadaan Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam di tengah kita, adapun yang tersisa adalah
istighfar yang menyertai kita, maka jika istighfar tiada, maka kita akan
binasa."
Tentu saja, istighfar dengan sehebat khasiatnya itu bukan sekedar berupa
ucapan tanpa makna. Namun istighfar yang diiringi taubat yang tulus. Taubat
yang memenuhi kriteria nasuha; berhenti dari dosa, menyesal perbuatannya,
bertekad untuk tidak mengulanginya dan mengembalikan hak bila dosa terkait
dengan hak sesama manusia.
Ucapan istighfar ini tidak pula menihilkan ikhityar untuk mencari solusi.
Karena istighfar mampu menyingkirkan kendala, namun untuk sampai kepad
tujuan, atau selamat dari gangguan, harus ada kemauan untuk melangkah dan
berusaha. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, dan memudahkan segala
urusan kita. Aamiin. (Abu Umar Abdillah)
http://www.arrisalah.net/analisa/tafsir-qolbi/2011/09/istighfar.html
CAZ 2010
>> Jika sudah merasa benar ,,, seakan Tuhan ,,,, yang lain jangan di anggap Setan ,,,
AKHLAQ
Akhlak berasal dari kata "akhlaq" yang merupakan jama' dari "khulqu"
dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.
Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji
(Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela
(Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu
bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian
(menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia
merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara,
hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama,
senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan
kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun
dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala.
Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu
kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak
yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada
Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua
larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah
diri kita untuk mendekati yang ma'ruf dan menjauhi yang munkar,
seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya "Kamu
adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan
mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah"
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri
hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan
(berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak
yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi
orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan
lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam
membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti
mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah
Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah
timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan
sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang
demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari balasan
perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali
(insaf dan bertaubat)".
ISLAM MENGUTAMAKAN AKHLAK
Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di
satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara
pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun
disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan. Sehingga tidak
dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan
awam, seperti ucapan : "Wah udah ngerti agama kok kurang ajar sama
orang tua." Atau ucapan : "Dia sih agamanya bagus tapi sama tetangga
tidak pedulian…", dan lain-lain.
Seharusnya ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini
menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak.
Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam
mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi
pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak
berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai
hubungan yang erat. Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba
terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba.
Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia.
Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin
baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang muwahhid memiliki akhlak
yang buruk berarti lemah tauhidnya.
RASUL DIUTUS UNTUK MENYEMPURNAKAN AKHLAK Muhammad shalallahu 'alaihi
wa salam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah. Karena
ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al Qalam
ayat 4. bahkan beliau shalallahu 'alaihi wa sallam sendiri menegaskan
bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada
diri manusia, "Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan
akhlak." (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45
dan beliau menshahihkannya).
Anas bin Malik radhiallahu 'anhu seorang sahabat yang mulia
menyatakan: "Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia
yang paling baik budi pekertinya." (HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain Anas memuji beliau shalallahu 'alahi wasallam :
"Belum pernah saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus
dari tangan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Saya juga belum
pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun saya melayani Rasulullah
shalallahu 'alahi wa sallam, belum pernah saya dibentak atau ditegur
perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini ? atau mengapa engkau
tidak mengerjakan itu ?" (HR. Bukhari dan Muslim).
Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba
sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam : "Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang
terbaik akhlaknya." (HR Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu 'anhu,
diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah
No.284 dan 751). Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin
amr bin Al 'Ash radhiallahu 'anhuma disebutkan : "Sesungguhnya
sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya."
KEUTAMAAN AKHLAK
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah
pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga.
Beliau shalallahu 'alaihi wasallam menjawab : "Taqwa kepada Allah dan
Akhlak yang Baik." (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan
oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan
Daqqaq).
Tatkala Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menasehati sahabatnya,
beliau shalallahu 'alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk
bertaqwa dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada
manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Bertaqwalah kepada Allah
dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan
baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah
dengan manusia dengan akhlak yang baik." (HR Tirmidzi, ia berkata:
hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih
berat dari pada akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah
shalallahu 'alaihi wa sallam : " Sesuatu yang paling berat dalam mizan
(timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik." (HR. Abu Daud dan
Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535).
Dari Jabir radhiallahu 'anhu berkata : Rasulullah shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda : "Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan
yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik
budi pekertinya." (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga
oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2
hal 418-419).
Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling
baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya
setiap muslimah mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang
perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan
ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu
menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang
dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari'at atau
sebaliknya.
Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari'at, dalam semua
masalah termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari'at ini, Maha Tahu
dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan
bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta'ala a'lam
--ends--